Damai Bersenandung


Malam menggumam, memanja rasa yang sempat terpenjara. Dihadang sejuta rimba kebimbangan, gelisah, goyah tanpa arah atau lebih tepatnya mengarahkannya kelain waktu untuk menemuinya kala tiba suatu masa. Diam tak berucap mengheningkan segala rindu yang andaikan dia tau akan menimbulkan segala untaian haru atau syahdu menggeram. Rintik sebuah kata tak terucap mengalir lembut di alunan malam tak berasa tak bernyawa. Hening diri bicara dalam diam menuntun hasrat akan kabar yang menjelma menjadi sebuah putusan dalam sebuah awalan perjalanan. Goyah yang hanya diri ini tau akan makna itu tanpa bisa menafsirkan secara lebih lugas untuk sebuah penantian. Entah disana tak bersua tak bertatap pertemuan dalam malam merajut untaian kata terjalin dalam doa, pantaskah itu untuk melantun ke atas sana mengetuk segala puji mengharap sejuta pamrih untuk diri yang pantaspun jelas sebah kata yang tak akan bersemayam tepat di sebuah lubuk hati yang terdiam.

Jika kita menghijrahkan cinta; dari kata benda menjadi kata kerja, maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta; dari jatuh cinta menuju bangunan cinta, maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga (Salim A. Fillah).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekasihku