Munculnya Husein Mutahar
Kabar berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia akhirnya sampai
ke Kota Semarang. Seperti dikota lain rakyat berusaha untuk melucuti
senjata tentara Jepang. Tanggal 14 Oktober, pimpinan tentara Jepang
menolak penyerahan senjata, sehingga para pemuda mencegat dan memeriksa
mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Menyita dan merampas
senjata tentara Jepang dan menjebloskannya ke penjara. Pasukan Jepang
membalas dengan melancarkan serangan ke polisi istimewa yang menjaga
sumber air minum bagi warga di Reservoir Siranda Candi lama Semarang.
Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam
reservoir itu sehingga rakyat gelisah. Pimpinan Rumah Sakit Purusara,
menugaskan dr. Kariadi sebagai Kepala Laboratorium untuk memeriksa
Reservoir Siranda. Suasana sangat berbahaya dan walaupun sudah dicegah
dr. Kariadi tetap berangkat karena menyangkut nyawa ribuan warga
Semarang. Dalam perjalanan mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat
tentara Jepang di Jalan Pandanaran, ditembak secara keji dan gugur dalam
usia 40 tahun. Berita gugurnya dr Kariadi dengan cepat tersebar dan
menyulut kemarahan warga Semarang, sehingga terjadi pertempuran di
berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pertempuran ini
berlangsung lima hari dari 15 Oktober 1945 berakhir 20 Oktober 1945 dan
memakan korban 2.000 pejuang Indonesia dan 850 orang Jepang. Nama dr.
Kariadi akhirnya dijadikan nama rumah sakit di Semarang dan dibangun
Tugu Muda untuk mengenang peristiwa tersebut.
Mutahar adalah seorang pemuda pejuang yang terlibat pertempuran lima hari di Semarang. Ia semula menjadi Sekretaris Laksamana Muda Muhammad Nazir selaku Panglima Angkatan Laut, dengan pangkat Kapten Angkatan Laut. Setelah pertempuran lima hari Presiden Soekarno datang ke Semarang dan Mutahar ditugaskan sebagai pengemudi mobil Presiden dan mengantar Presiden Soekarno sampai ke Magelang.
Ketika Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, maka Mutahar mendampingi Laksamana Nazir yang segera menghadap Presiden Soekarno di Gedung Agung. Saat itulah Bung Karno mengenali Mutahar sebagai pengemudi mobil yang mengantarnya di Semarang sampai Magelang, dan fasih berbahasa Belanda, pintar serta aktif di gerakan kepanduan. Bung Karno kemudian meminta Mutahar dari Laksamana Nazir dan mengangkatnya sebagai ajudan Presiden dengan pangkat Mayor. Sejak itulah Mutahar menjadi ajudan Presiden Soekarno, dan menorehkan bagian penting dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia saat menyelamatkan Bendera Pusaka dengan memisahkannya menjadi dua carik kain merah dan putih.
Pernah dalam sebuah artikel di internet ada yang mempertanyakan dan memandang rendah seorang Mutahar karena hanya bekas sopir. Perjalanan hidupnya memang mencatat bahwa Mutahar pernah menjadi seorang sopir. Semua itu karena diperintahkan oleh Laksamana Nazir menjadi sopir kepercayaan untuk mengawal Presiden Republik Indonesia, disaat situasi dan kondisi yang masih sangat berbahaya. Al Khalik telah mengatur kehidupannya sehingga menyelamatkan Bendera Pusaka dan pantas dihargai sebagai pahlawan. Tetapi jiwanya yang halus, sederhana dan rendah hati membuatnya memilih menjadi rakyat biasa.
Dari kesederhaan itu lahirlah cikal bakal Paskibraka yang terus bergema dan ada sampai saat ini. Sebuah pemikiran untuk terus mempersatukan Indonesia dan mempersiapkan generasi muda agar dapat menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dimasa depan yang mumpuni, bertakwa dan berbudi luhur.
Maukah kita mengikuti teladan seorang Husein Mutahar ????
Salam hormat
mas Bhe
Bahan tulisan buku “Berkibarlah Benderaku” dan berbagai sumber
Mutahar adalah seorang pemuda pejuang yang terlibat pertempuran lima hari di Semarang. Ia semula menjadi Sekretaris Laksamana Muda Muhammad Nazir selaku Panglima Angkatan Laut, dengan pangkat Kapten Angkatan Laut. Setelah pertempuran lima hari Presiden Soekarno datang ke Semarang dan Mutahar ditugaskan sebagai pengemudi mobil Presiden dan mengantar Presiden Soekarno sampai ke Magelang.
Ketika Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, maka Mutahar mendampingi Laksamana Nazir yang segera menghadap Presiden Soekarno di Gedung Agung. Saat itulah Bung Karno mengenali Mutahar sebagai pengemudi mobil yang mengantarnya di Semarang sampai Magelang, dan fasih berbahasa Belanda, pintar serta aktif di gerakan kepanduan. Bung Karno kemudian meminta Mutahar dari Laksamana Nazir dan mengangkatnya sebagai ajudan Presiden dengan pangkat Mayor. Sejak itulah Mutahar menjadi ajudan Presiden Soekarno, dan menorehkan bagian penting dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia saat menyelamatkan Bendera Pusaka dengan memisahkannya menjadi dua carik kain merah dan putih.
Pernah dalam sebuah artikel di internet ada yang mempertanyakan dan memandang rendah seorang Mutahar karena hanya bekas sopir. Perjalanan hidupnya memang mencatat bahwa Mutahar pernah menjadi seorang sopir. Semua itu karena diperintahkan oleh Laksamana Nazir menjadi sopir kepercayaan untuk mengawal Presiden Republik Indonesia, disaat situasi dan kondisi yang masih sangat berbahaya. Al Khalik telah mengatur kehidupannya sehingga menyelamatkan Bendera Pusaka dan pantas dihargai sebagai pahlawan. Tetapi jiwanya yang halus, sederhana dan rendah hati membuatnya memilih menjadi rakyat biasa.
Dari kesederhaan itu lahirlah cikal bakal Paskibraka yang terus bergema dan ada sampai saat ini. Sebuah pemikiran untuk terus mempersatukan Indonesia dan mempersiapkan generasi muda agar dapat menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dimasa depan yang mumpuni, bertakwa dan berbudi luhur.
Maukah kita mengikuti teladan seorang Husein Mutahar ????
Salam hormat
mas Bhe
Bahan tulisan buku “Berkibarlah Benderaku” dan berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar